Islam Dan Radikalisme

 

REVISI MAKALAH

ISLAM DAN RADIKALISME

Di Susun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : MSI (Metodologi Studi Islam)

Dosen Pengampu

Lina Kushidayati, M. SI

Disusun Oleh

Endang Suntari                     : 1420310150

Jullianto                                 : 1420310152

Arzaq Wahlul Chasby          : 1420310162

  1. Riyan Hidayat : 1420310171

Winda Nawangsari               : 1420310180

Hadi Mustofa                         : 1420310182

Kholid Karim                        : 211134

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS

JURUSAN SYARI’AH DAN MANAJEMEN BISNIS SYARI’AH

TAHUN 2014/2015

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Sebuah pertanyaan besar yang memerlukan jawaban panjang . Bagaimana masa depan gerakan islam dan radikal di Indonesia pada periode selanjutnya ? yaitu dengan menguraikan dan membedah karakter, misi, dan visi pergumulan mereka , terutama ketika harus berhadapan tembok kekuasaan yang kurang dialogis atas berbagai tuntutan mereka . Pendekatanya adalah analitis yang kritis dan objektif, tidak mengurangi geraknya yang popular dan readable .

Gerakan islam radikal di Indonesia telah menebarkan aroma baru, yang kembali menegaskan hubungan agama dan Negara. kecendrungan ini diakibatkan oleh dua spectrum ( internal dan eksternal ). Argumen berkembangnya islam radikal di Indonesia dengan karakternya, berbeda dari gerakan islam lainya seperti islam moderat, islam liberal dan bahkan islam abanagan. bagaimanakah masa depan gerakan islam radikal pada periode periode selanjutnya..? Hal ini sangat ditentukan oleh bagaimana sustainability (keberlangsungan) menjaga gerakan dan wacana di pentas nasional. Dengan demikian, islam radikal adalah sebuah gerakan yang lahir dari rahim sejarah yang panjang dan tumbuh menjadi gerakan yang selalu ada disetiap ranah sejarah.

  1. Rumusan Masalah
  • Pengertian Radikalisme ?
  • Bagaimana pemikiran politik islam radikal di Indonesia ?
  • Bagaimana gerakan islam radikal ditengah perubahan politik ?

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Radikalisme

Radikalisme menurut kamus besar bahasa Indonesia ikhtiar baru tahun 1995 adalah suatu paham aliran yang menghendaki perubahan secara drastic. (kamus besar bahasa Indonesia ikhtiar baru:1995). Sedangkan menurut kamus ilmiah popular radikalisme adalah inti dari perubahan.(bary,kamus ilmiah popular:1994)

Menurut KH.Tarmizi Taher,terdapat dua makna asosiatif radikalisme,yaitu:

  1. Radikalisme bermakna positif mengandung pengertian tajdid (pembaharuan) dan islah (perbaikan), suatu sepirit perubahan menuju perbaikan.
  2. Radikalisme bermakna negative mengandung pengertian ifrath (keterlaluan) dan ghuluu (melampui batas). jadi radikal di kaitankan dengan keekstriman, golongan sayap kiri, militant serta”anti barat”.[1]
  3. Sejarah Lahirnya Radikalisme

Tidak ada suatu Negara, agama dan umat beragama yang terbebas dari gerakan-gerakan radikalisme.radikalisme muncul adanya diskriminasi, kecemburuan social, hancurnya tatanan social, politik dan ekonomi. Radikalisme agama turut mewarnai citra agama Islam kontemporer.[2]

Berawal dari terbentuknya ikhwalnul muslimin (IM) sebagai embrio radikalisme.banyak informasi media massa melansir organisasi tertua dari organisasi-organisasi radikal di dunia,khususnya di timur tengah seperti mesir, sudan, Lebanon, yordania, Kuwait, Arab Saudi, bahroin dan Qatar. IM terbentuk pada 1928 didirikan oleh Hasan Al-Banna, kemunculan IM merupakan respons terhadap berbagai perkembangan yang terjadi di dunia islam(khususnya timur tengah), berkaitan dengan makin luasnya dominasi imperialis barat IM banyak merekrut kaum terpelajar dan buruh.[3]

Pada akhir tahun 1948 dan awal 1949 IM mulai melancarkan serangan terhadap Inggris dan Yahudi di mesir yang menyebabkan terbunuhnya perdana mentri Mahmud fahmi Al-nuqrasyi dan Al-banna sendiri(ayubi,2001).

Pada 26 agustus 1941 di Lahore, Pakistan Maulana sayyid Abu Al-A’la Maududi memperjuangkan komunitas islam yang terpinggirkan. Partai jama’at islam berhasil mendapatkan popularitas dan mampu menguasai perpolitikan pada masa Zia ul-Haq(1988). Untuk pertama kalinya partai ini memiliki kekuatan yang besar karena dekat dengan lingkaran kekuasaan.namun eksistensi jama’at islam dalam politik kurang berkembang setelah jama’at islam di palestina.[4]

Dunia kembali di kejutkan dengan meletusnya revolusi iran (1979). Revolusi iran menjadi babak baru keberhasilan revivalisme islam dalam merubah tatanan politik dominasi barat, segala bentuk yang berkaitan dengan barat di hancurkan.

Revolusi iran menampilkan partai mullah kepentas politik iran dan tidak pernah dipikirkan oleh pengamat politik. Partai mullah mempunyai hubungan dengan hizbullah di Lebanon karena kesamaan pendiri yaitu para ulama syiah. Para ulama syiah menjalani pendidikan bersama di sekolah-sekolah teologi di irak,khususnya di kota najat (salah satu kota suci bagi umat syiah). Pada akhir 1950-an dan1960-an, mereka sangat aktif merumuskan suatu respon islam terhadap (ideologi) nasionalisme dan sekularisme.

Keberhasilan revolusi iran menginspirasi gerakan-gerakan radikal di beberapa Negara lain seperti palestina,turki dan aljazair.hampir semua gerakan-gerakan radikalisme selalu berhadapan dengan dunia barat.[5]

  1. Pemikiran Politik Islam Radikal di Indonesia
  2. Perkembngan Islam Radikal

Di indonesia dalam perkembangan Islam sangat kaya dengan polarisasi. Sejak zaman prakemerdekaan, islam telah mampu menunjukan wajahnya yang beraneka ragam, yang direpresentasikan oleh ormas-ormas islam. Ada islam tradisionalis , Islam modernis , Islam abangan , Islam puritan , Islam skripturalis , Islam subtantif , Islam literal , Islam eskteren , Islam militan , dan sebagainya. Kentalnya polarisasi ini telah menunjukkan semakin berkembangnya gerakan Islam di Indonesia sendiri.[6]

Semenjak kejatuhan orde baru , islam radikal menemukan moment untuk melakukan akselerasi politik secara cultural ( ormas islam ) dan structural ( partai islam ) . Jika masyarakat lebih tertuju pada maraknya partai – partai islam maka ini adalah sesuatu yang pasti terjadi . Namun , dengan fenomena kelanjutannya gerakan islam di representasikan sebagai islam radikal di Indonesia . Atribut, slogan, dan nama-nama itu begitu ramai Nampak sebagai bagian dari teriakan kekuatan dan pentas perjuangan .[7]

Kemunculan berbagai gerakan islam bila ditilik secara historis akan nampak sebagai reaksi dari ketidakadialan social politik . Perlawanan gerakan islam radikal terhadap berbagai fenomena yang terjadi karna sikap pemerintah yang tidak mau merespons secara positif ketertindasan kaum muslimin . Gerakan-gerakan yang dilakukan selalu di persepsikan sebagai perilaku anarkisme .[8]

Secara historis, kemunculan kelompok radikal di kalangan umat Islam Indonesia bukanlah hal yang baru. Karena pada awal abad ke-20, dalam peningkatan semangat dan ekonomi kian parah di kalangan pribumi, radikalisme muslim diambil alih oleh kelompok Serikat Islam (SI) local.[9]

Kendati demikian, gerakan radikalisme di Indonesia tidak seperti yang terjadi di Timur tengah yang sangat menekankan agenda-agenda politk. Gerakan radikal Islam di Indonesia baru sebatas pada tuntutan dipenuhinya aspirasi Islam, seperti pemberlakuan syariat Islam atau piagam Jakarta.[10] Kemunculan gerakan islam radikal di Indonesia disebabkan oleh dua factor; Pertama, factor internal dari dalam umat islam sendiri yang telah terjadi penyimpangan norma-norma agama. Kedua, factor eksternal di luar umat Islam, baik yang dilakukan penguasa maupun hegemoni barat, seperti kasus gerakan Warsidi, Salaman hafidz dan Imron atau yang dikenal sebagai komando Jihad telah membangkitkan radikalisme di Indonesia. Disamping dua factor tersebut, Islam radikal yang lahir di Indonesia juga di sebabkan oleh momentum pergantian kekuasaan yang tidak menentu situasinya.[11]

Jihad sebenarnya menjadi simbol perlawanan yang efektif untuk menggerakkan perang melawan Barat. Kondisi inilah yang menyebabkan permusuhan yang terus menerus antara Islam dan Barat. Fenomena yang terjadi di Indonesia ketika umat islam bereaksi terhadap serangan Amerika Serikat pada Afghanistan. Di masa inilah, islam menemukan moment untuk menyuarakan aspirasi Islam (Solidaritas Islam). Karena itulah, kelompk Islam radikal seperti KISDI, Lakar Jihad, FPI, Ikhwanul Muslimin, dan Mujahidin bergerak menentang penyerangan AS. Bahkan, komando jihad juga dikirim ke Afghanistan sebagai bagian dari tugas suci.[12]

  1. Pemikiran Politik Islam Radikal

Hubungan antara agama (Islam) dan Negara (Politik) di masa modern merupakan salah satu subjek penting, yang diperdebatkan para pemikir Islam sejak hampir seabad lalu hingga sekarang ini yang belum terpecahkan secara tuntas.[13] Itu sebabnya, dalam politik Islam paling tidak ada tiga paradigma tentang hubungan agama dengan Negara.

Pertama, adalah paradigma tentang konsep bersatunya agama dan Negara. Agama dan Negara tidak dapat dipisahkan, karena wilayah agama juga meliputi politik atau Negara. Menurut paradigma ini Negara merupakan lembaga politik dan sekaligus keagamaan. Pemerintah Negara diselenggarakan atas dasar kedaulatan ilahi, karena memang kedaulatan itu berasal dan berada di “tangan” Tuhan.[14]

Kedua, adalah paradigma yang berpendapat bahwa Negara bukan merupakan suatu kewajiban agama. Dalam pengertianya agama sama sekali tidak menyebut kewajiban mendirikan Negara, namun tidak pula mewajibkan untuk mengabaikannya, melainkan menyerahkan persoalan ini kepada kaum muslimin.[15]

Ketiga, adalah paradigma yang memandang agama dan Negara berhubungan secara simbiotik, yaitu berhubungan timbale balik atau saling memerlukan. Dalam hal ini, agama memerlukan Negara karena dengan Negara agama berkembang. Sebaliknya, Negara memerlukan agama, Negara dapat berkembang dalam bimbingan etika dan moral.[16]

Tiga paradigma ini menunjukkan betapa tidak jelasnya hubungan agama dan Negara dalam sejarah pemikiran islam. Ini karena, Al-Qur’an pada prinsipnya adalah petunjuk etik bagi manusia; ia bukanlah sebuah kitab ilmu politik. Walaupun begitu, paradigma penyatuan antara agama dan Negara diambil oleh kelompok Islam radikal. Karena bagi mereka, islam sebagai agama yang memiliki seluruh perangkat kenegaraan (politik) yang tegas dan jelas.

Di Indonesia, kelompok Islam radikal menyakini hubungan yang kuat antara Islam dan Negara, dengan argument bahwa Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tak terkecuali politik (Negara).[17]   Namun hubungan agama dan Negara tidak pernah terlontar di zaman Nabi, pada zaman Nabi Muhammad Saw seluruh upaya dicurahkan untuk menyebarkan agama dan membela agama. Kendali perintah seluruhnya di tangan pembawa risalah berdasarkan wahyu yang turun, ijtihad sendiri atau ijtihad para sahabat. Tak ada seorang pun di antara mereka yang memandang perintah tersebut sebagai suatu institusi kerajaan atau pun sebagai Negara.[18] Walaupun begitu, bukan berarti politik atau Negara terlepas sama sekali dari agama. Agama tetap menjadi penjaga moral dan etika dalam bernegara, sehingga Negara tidak kehilangan arah dalam pratek kekuasaannya.[19]

  1. Gerakan Islam Radikal di Tengah Perubahan Politik

Di tengah perubahan politik yang begitu dahsyat, Islam radikal menemukan momentumnya untuk menegaskan corak keberagaman di Indonesia. Pola perjuangan mereka ditunjukan secara jelas tanpa ragu atau takut mendapat tekanan dari pihak penguasa. Pola perjuangan gerakan Islam radikal di Indonesia dilakukan dalam dua pola:        a). Kultural (dakwah Islam), adalah pola perjuangan yang dilakukan dalam format gerakan pembinaan akidah, ahlak, pendidikan, social, dan ekonomi tanpa mau terlibat dalam urusan perjuangan politik.[20]                                                                   b).Struktural, adalah pola perjuangan yang mengupayakan agar kekuasaan Negara dipegang oleh pemimpin Muslim yang jelas komitmetnya pada Islam dan siap memberlakukan syariat Islam dalam lingkungan social kenegaraan, sehingga kehidupan kenegaraan dapat dikelola sesuai dengan ajaran yang dituntunkan oleh Allah Swt.[21]

Pada dasarnya, semua ormas Islam beraliran radikal, seperti; Laskar Jihad, FPI, KISDI, dan Majelis Mujahidin yang menyuarakan aspirasi Islam, terutama nasib umat Islam di Tanah Air dan umat Islam di negeri lainnya. Respon yang ditunjukan setiap Ormas berbeda-beda.[22] Misal, respon yang ditunjukan Ormas terhadap pemerintah yang berkuasa jika pemerintah bersikap akomodatif terhadap aspirasi Islam, maka sikap Ormas pun bersikap akomodatif, bahkan bisa jadi pembela secara tegas. Sebaliknya jika pemerintah tidak mengakomodasi aspirasi umat Islam, mereka berbalik menjadi barisan oposisi yang keras. Begitupun respon yang ditujukan pada periode B.J Habibie, KH. Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri. Ketiga periode ini telah memberi warna pada diri kelompok islam radikal yang berkembang di Indonesia, dan dari sinilah muncul tiga pola gerakan Islam radikal dalam menyikapi pemerintah yang berkuasa:

Pertama, akomodasi pada periode B.J habibie. Sikap akomodatif yang ditunjukan gerakan Islam radikal pada periode ini disebabkan pada sikap Habibie yang mau mengakomodasi Islam. Apalagi Habibie mendapat tantangan dari kelompok pendukung PDI-P yang berhaluan Nasionalis-sekular yang membuat gerakan Islam radikal merapatkan barisan mendukung Habibie dari pada memilih melakukan perlawanan. Fenomena ini dengan jelas terlihat ketika sekelompok Islam mendirikan Front Pembela Islam (FPI) yang di didirikan oleh para habib.[23] Itu sebabnya, kepemimpinan B.J Habibie dinilai kelompok Islan radikal lebih baik dan akomodatif terhadap aspirai Islam. Sehingga gerakan oposisi dari kolompok Islam radikal pada periode ini tidak banyak dilakukan.[24]

Kedua,oposisi pada periode Abdurrahman Wahid. Sikap oposan yang diperlihatkan kelompok Islam radikal disebabkan oleh kebijkan Abdurrahman Wahid yang tidak simpatik dengan Islam. Bahkan setelah Abdurrahman Wahid menjadi ketua umum PBNU dianggap telah membawa pikiran-pikiran yang menyesatkan Islam, sehingga tidak pantas menjadi presiden di Indonesia yang mayoritas berpenduduk Muslim. Abdurrahman dianggap telah banyak melakukan banyak kesalahan dan telah mengecewakan umat Muslim. Berbagai kebijakan justru banyak menentang resistensi umat Islam, dari Ihwal jalinan persahabtan dengan Israel sampai tuduhan keterlibatan kelompok Islam dalam berbagai konflik yang bernuansa sara.[25] Beberapa kebijakan Abdurrahman yang bertentangan aspirasi islam:

1). Rencana pembukaan hubungan dagang dengan Israel. Reaksi penolakan terhadap rencana hubungan dagang dengan Israel dating dari KISDI.

KISDI menilai logika dan alasan-alasan yang dikemukakan oleh Menlu RI Alwi Shihab dan presiden Abdurrahman Wahid hanya untuk membenarkan tindakannya yang dipenuhi dengan upaya manipulasi dan bahkan menyesatkan umat.

2). Tuduhan bahwa kelompok Islam akan menjatuhkan kekuasaannya dan keterlibatan Islam dalam konflik Maluku. Atas tuduhan ini Abdurrahman terlihat memojokkan/mendiskriminatif kelompok Islam dan cenderung membela kelompok Kristen.[26]

Ketiga, oposisi setengah hati pada masa. Megawati Soekarnoputri. Oposisi yang dilakukan kelompok islam pada kasus sikap pemerintah Indonesia terhadap serangan AS ke Afghanistan dan atas terpilihnya Megawati sebagai presiden. Mereka berpandangan perempuantidak boleh menjadi presiden, hanya saja realitas ini tidak dapat ditolak. Dengan demikian kelompok islam menyikapi kepimipinan Megawati secara oposan pasif nonfrontal atau oposisi setengah hati. Karena itu, mereka akan menuggu saatnya yang tepat untuk melakukan perlawanan kepada Megawati, terutama ketika kebijakan politik Megawati sudah sangat merugikan umat Islam.[27]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

Berbicar tentang agama dan Negara dimasa modern merupakan suatu objek penting, walaupun telah di perdebatkan para pemikir Islam sejak seabad lalu hingga sekarang ini tetap belum terpecahkan secara tuntas. Pengalaman masyarakat Muslim di dunia, khususnya setelah perang Dunia ke-II mengesankan terdapatkan hubungan yang canggung antara Islam (din) dan Negara (daulah). Berbagai Eksperiman dilakukan untuk menyelaraskan antara din dengan konsep dan kultur politik masyarakat muslim; dan eksperimen-eksperimen itu dalam banyak hal sangat beragam.

Pada dasarnya, semua ormas Islam beraliran radikal, seperti Laskar Jihad, FPI, KISDI, dan Majelis Mujahidin yang menyuarakan aspirasi Islam, terutama nasib umat Islam di Tanah Air dan umat Islam di negeri lainnya. Sehingga tak berlebihan, jika perjuangan umat Islam selalu menjadi agenda utama. Dalam konteks inilah, ada empat isu atau tema yang di perjuangkan kelomopok Islam radikal;

(1). Piagam Jakarta

(2). Pemberantasan tempat-tempat maksiat

(3). Konflik antar agama dan,

(4). Solidaritas dunia Islam.

Meski keempat kelompok Islam radikal memperjuangkan empat isu tersebut, tetapi masing-masing kelompok memilliki kosentrasi perjuangan yang berbeda-beda.

 

Hasil Diskusi

Pertanyaan:

  1. Dampak apa yang terjadi dari perkembangan Islam Radikal diIndonesia, serta upaya menangani hal tersebut ? (Isfayatun Nikmah, NIM: 1420310154)
  2. Secara bahasa Radikal berasal dari kata Radix yang berart “Akar”, dari kata tersebut bagaimana bisa berkembang menjadi gerakan yang anarkis ? (Ali Sofyan, NIM:1420310)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http//www.puarta-kabarindonesia.blogspot.com

http://www.fpi.or.id/artikel.asp?oy=pro-16

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A74_0_3_0_M

http://0173cahbangkerep.blogspot.com/…/radikalisme-islam-di-indonesia.html

http://wahid-hambali.blogspot.com/2013/04/radikalisme-makalah.html

Zada Khamami, Islam radikalisme, Teraju Jaksel, ; 2002, hal.87

Azra Azyumardi, “Muslimin Indonesia: Viabilitas “Garis Keras” , dalam Gatra edisi     khusus 2000, hal. 45

Sa’id Al- Asymawi Muhammad, Al-Islam Al-Siyasi, cet. Ke-3, 1992, hal. 166-167

Abid Al-Jabiri Muhammad, Agama, Negara, dan Penerapan Syariah, (Yogyakarta:Fajar         Pustaka,2001), hal. 20                                                                                                                                                

 

[1] http//www.puarta-kabarindonesia.blogspot.com

[2] http://www.fpi.or.id/artikel.asp?oy=pro-16

[3] http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A74_0_3_0_M

[4] http://0173cahbangkerep.blogspot.com/…/radikalisme-islam-di-indonesia.html

[5] http://wahid-hambali.blogspot.com/2013/04/radikalisme-makalah.html

[6] Khamami zada, Islam radikalisme, Teraju Jaksel, ; 2002, hal.87

[7] Ibid., hal.88

[8] Ibid., hal. 89

[9] Ibid., hal. 90

[10] Azyumardi Azra, “Muslimin Indonesia: Viabilitas “Garis Keras” , dalam Gatra edisi khusus 2000, hal. 45

[11] Khamami zada, Op.Cit., hal. 95

[12] Ibid., hal. 97

[13] Azyumardi Azra, Ibid., hal. 1

[14] Muhammad Sa’id Al- Asymawi, Al-Islam Al-Siyasi, cet. Ke-3, 1992, hal. 166-167

[15] Muhammad Abid Al-Jabiri, Agama, Negara, dan Penerapan Syariah, (Yogyakarta:Fajar         Pustaka,2001), hal. 20

[16] Khamami Zada , Log.Cit., hal. 101

[17] Ibid., hal. 106

[18] Muhammad Abid Al-Jabiri, Ibid,. hal 14

[19] Ibid., hal 112

[20] Khamami zada.,Op. Cit, hal. 159

[21] Ibid.,hal. 157-158

[22] Ibid., hal. 161

[23] Ibid., hal. 167-168

[24]Ibid., hal 170

[25] Ibid., hal 171

[26] Ibid., hal 172

[27] Ibid., hal 175-176

Leave a comment